𝐌𝐈𝐌𝐏𝐈 πˆππƒπ€π‡ π˜π€ππ† 𝐁𝐄𝐑𝐁𝐔𝐍𝐆𝐀 ππ„π“π€πŠπ€ (5 selesai)

Meski saudara-saudara Nabi Yusuf As membawa bukti baju berlumuran darah kehadapan Sang Ayah. Hati Nabi Ya’qub As tetap gundah dan tidak pernah yakin jika putra kesayangannya telah di makan Serigala. Ia merasa dicurangi oleh putra-putranya namun apalah daya usia tuanya hanya bisa berharap dan meratap sedih:

Ω‚Ψ±Ψ© ΨΉΩŠΩ†ΩŠ Ω„ΩŠΨͺ شعري في Ψ¨Ψ¦Ψ± Ψ·Ψ±Ψ­ΩˆΩƒΨŸ Ω„ΩŠΨͺ شعري Ω„Ψ£ΩŠ Ψ³Ψ¨ΨΉ ΨΉΨ±ΨΆΩˆΩƒΨŸ Ω„ΩŠΨͺ شعري في أي Ω†Ω‡Ψ± ΩˆΨΆΨΉΩˆΩƒΨŸ Ω„ΩŠΨͺ شعري أطريد Ψ£Ω… جريح Ψ£Ω… Ω‚ΨͺΩŠΩ„ Ψ£Ω… طريح؟ Ω…ΨΉΨ΄Ψ± Ψ£ΩˆΩ„Ψ§Ψ―ΩŠ Ψ―Ω„ΩˆΩ†ΩŠ ΨΉΩ„Ω‰ ΩˆΩ„Ψ―ΩŠΨŒ فΨ₯Ω† ΩƒΨ§Ω† حيا Ψ±Ψ―Ψ―ΨͺΩ‡ΨŒ ΩˆΨ£Ω† ΩƒΨ§Ω† Ω…ΩŠΨͺΨ§ كفنΨͺΩ‡ ΩˆΨ―ΩΩ†ΨͺΩ‡.

“Duhai sekiranya aku tahu permata hatiku! Di sumur mana mereka membuangmu? Duhai sekiranya aku tahu! Pada binatang apa, mereka menjadikanmu mangsa? Duhai sekiranya aku tahu! Di sungai mana, mereka mecampakkanmu? Duhai sekiranya aku tahu! Apakah kau telah pergi jauh, ataukah kau terluka, ataukah kau telah terbunuh ataukah kau telah dibuang? Hai, anak-anakku tunjukkan dimana putra (Yusuf)ku? Bila ia masih hidup kembalikanlah kepadaku dan bila telah mati, maka kafani dan kuburkan dia dengan baik.

*****

Saudara-saudara Nabi Yusuf As seperti disambar petir disiang bolong, mereka tidak menyangka jika Nabi Ya’kub As, Sang Ayah mengetahui kebohongan mereka.

Lalu salah satu dari mereka berbisik pada yanh lainya: “Aku tidak habis pikir, jika Ayah menganggap kita semua telah membohonginya dan sedikit pun tidak percaya dengan apa yang kita omongkan.”

“Kalau begitu, bagaimana kalau kita memburu seekor Serigala kemudian kita lumuri Serigala itu dengan darah lalu kita bawa Serigala itu ke hadapan Ayah?” Ide dari salah satu mereka.

Pada hari itu juga mereka sepakat untuk berangkat ke hutan menangkap Serigala. Setelah Serigala didapat, mereka mengikat Serigala itu dengan tambang dan membawanya ke hadapan Ayah mereka.

Sesampainya di hadapan Nabi Ya’qub As, Nabi Ya’qub As sejenak memandangi satu persatu wajah-wajah mereka dan Serigala itu.

“Apa yang kalian bawa ini?” Tanya Nabi Ya’qub As pada mereka.

Mereka menjawab: “Ini adalah Serigala yang telah banyak memangsa kambing-kambing dan merusak kebun-kebun kita. Maka bisa dipastikan Serigala inilah yang membunuh saudara kita Yusuf As dan memangsanya.”

“Lepaskan ikatannya” Perintah Nabi Ya’qub As pada mereka.

Mereka pun melepaskan tambang yang mengikat Serigala itu.

Setelah ikatan dilepas, Serigala itu mengibas-ngibaskan ekornya sembari mendekati Nabi Ya’qub As.

“Mendekatlah kemari hai Serigala!” Ajak Nabi Ya’qub As pada Serigala itu.

Seakan mengerti apa yang ucapkan Nabi Ya’qub As, Serigala itu segera mendekat hingga pipinya menempel di pipi Nabi Ya’qub As.

Sejurus kemudian Nabi Ya’qub As menengadahkan pandangannya ke langit dan berdoa:

Ψ§Ω„Ω„Ω‡Ω…ΨŒ Ψ₯Ω† ΩƒΩ†Ψͺ Ψ£Ψ¬Ψ¨Ψͺ Ω„ΩŠ دعوة أو Ψ±Ψ­Ω…Ψͺ Ω„ΩŠ عبرة، فأنطق Ω„ΩŠ Ω‡Ψ°Ψ§ Ψ§Ω„Ψ―Ψ¦Ψ¨ Ψ¨Ω‚Ψ―Ψ±ΨͺΩƒΨŒ Ψ₯Ω†Ωƒ ΨΉΩ„Ω‰ ΩƒΩ„ شيئ Ω‚Ψ―ΩŠΨ±.

“Ya Allah ο·»! Bila Engkau sudi mengabulkan doaku atau sudi memberikan rahmat pelajaran kepadaku, buatlah Serigala ini berbicara denganku dengan kuasa-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Ajaib, dengan idzin Allah ο·» Serigala itu berbicara: “Salam untukmu wahai Nabi Allah”. Sapa Serigala itu pada Nabi Ya’qub As memulia pembicaraan.

“Dan salam juga untukmu wahai Serigala” Balas Nabi Ya’qub As santun pada Serigala itu.

Selanjutnya: “Hai Serigala! Aku hendak bertanya kepadamu, mohon dijawab dengan jujur. Apa yang melatar belakangimu membuatku sedih karena kehilangan putra kesayanganku hingga dirundung duka berkepanjangan?” Tanya Nabi Ya’qub As pada Serigala itu.

Serigala itu menjawab: “Wahai Nabi Allah ο·»! Demi hakmu, aku tidak pernah memangsa daging putramu, tidak pernah meneguk darahnya, tidak pernah mencabuti rambutnya dan tidak aku tidak pernah punya keinginan memangsanya. Aku hanyalah Serigala asing yang ketepatan melintas di daerahmu untuk mencari saudaraku yang hilang tiada rimbanya selama 2 tahun. Aku berasal dari Mesir. Entah, apa saudaraku itu masih hidup? Dan aku berharap bisa bersua kembali dengannya atau ia telah mati terbunuh? Dan aku akan membuat perhitungan pada siapa pun yang telah berani membunuh saudaraku dan aku mendapat berita bahwa penguasa desa ini telah membunuhnya. Sesungguhnya semua daging para Nabi haram bagi segenap hewan memakannya”.

Kemudian Nabi Ya’qub As berkata: “Aku turut berbersedih atas kehilangan saudaramu.”

“Terima kasih wahai Nabi Allah ο·»! Aku juga turut bersedih atas kehilangan putra kesayanganmu, semoga Allah ο·» segera mengembalikkanya padamu.” Balas Serigala.

Lantas Nabi Ya’qub As bertanya pada Serigala itu: Apakah kamu mengetahui kabar tentang putraku itu?”

“Iya aku mengetahuinya”. Jawab Serigala tegas.

Nabi Ya’qub As berkata: “Beri tahukan padaku”.

“Maafkan saya wahai Nabi Allah ο·»! Aku tidak berani membari tahumu, karena aku takut dikata orang mencari-cari kesalahan orang lain dan orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain adalah orang yang berputus asa dari rahmatnya Allah ο·».”

Mendengar pernyataan Serigala, Nabi Ya’qub As berkata pada putra-putranya: “Sungguh kalian telah memberikan alasan palsu untuk membela diri kalian dari menghalalkan darah saudaramu dan kalian telah menyia-nyiakan persaudaraan kalian. Sekarang aku telah mengerti bahwa sesungguhnya Serigala ini tidak bersalah dan telah terbebas dari apa yang kalian tuduhkan padanya.”

Ω‚ΩŽΨ§Ω„ΩŽ Ψ¨ΩŽΩ„Ω’ Ψ³ΩŽΩˆΩ‘ΩŽΩ„ΩŽΨͺΩ’ Ω„ΩŽΩƒΩΩ…Ω’ Ψ£ΩŽΩ†ΩΩΨ³ΩΩƒΩΩ…Ω’ Ψ£ΩŽΩ…Ω’Ψ±Ω‹Ψ§ Ϋ– ΩΩŽΨ΅ΩŽΨ¨Ω’Ψ±ΩŒ Ψ¬ΩŽΩ…ΩΩŠΩ„ΩŒ Ϋ– ΨΉΩŽΨ³ΩŽΩ‰ Ω±Ω„Ω„Ω‘ΩŽΩ‡Ω Ψ£ΩŽΩ† ΩŠΩŽΨ£Ω’ΨͺΩΩŠΩŽΩ†ΩΩ‰ بِهِمْ Ψ¬ΩŽΩ…ΩΩŠΨΉΩ‹Ψ§ ۚ Ψ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩ‡ΩΫ₯ Ω‡ΩΩˆΩŽ Ω±Ω„Ω’ΨΉΩŽΩ„ΩΩŠΩ…Ω Ω±Ω„Ω’Ψ­ΩŽΩƒΩΩŠΩ…Ω

Arti: Ya’qub berkata: “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah ο·» mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS.Yusuf: 83). Waallahu A’lamu

Penulis: Abdul Adzim

Referensi:

πŸ“’ 𝒁𝒂𝒉𝒓𝒖 𝒂𝒍-π‘²π’Šπ’Žπ’‚π’Ž π’‡π’Š π‘Έπ’Šπ’”π’‰π’”π’‰π’‚π’•π’Š 𝒀𝒖𝒔𝒖𝒇 𝑨𝒔, π’Œπ’‚π’“π’šπ’‚ π‘Ίπ’šπ’‚π’Šπ’Œπ’‰ π‘Ίπ’Šπ’“π’π’‹π’–π’…π’…π’Šπ’ π‘¨π’ƒπ’Š 𝑯𝒂𝒇𝒂𝒔𝒉 π‘Όπ’Žπ’‚π’“ π’ƒπ’Šπ’ π‘°π’ƒπ’“π’‚π’‰π’Šπ’Ž π’ƒπ’Šπ’ π‘Όπ’Žπ’‚π’“ 𝒂𝒍-π‘¨π’π’”π’‰π’π’“π’Š 𝒂𝒍-π‘Όπ’˜π’‚π’”π’Šπ’š 𝒂𝒍-π‘΄π’‚π’π’Šπ’Œπ’Š (π’˜. 751 𝒉), 𝒄𝒆𝒕. 𝑫𝒂𝒓𝒖 𝒂𝒍-𝑲𝒖𝒕𝒖𝒃 𝒂𝒍-π‘°π’π’Žπ’Šπ’šπ’‚π’‰ 𝒉𝒂𝒍. 48-50.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.