Asscholmedia.net – Tulisan ini bermula seorang karib yang bertanya tentang sholat Lailatur Qadar, saya jawab tidak tahu. Karena penulis memang belum pernah baca secara detail apa itu dan bagaimana cara mengamalkan sholat Lailatur Qadar?, plus dalil dan refensinya. Meski penulis sempat mendengar selentingan teman-teman di pesantren mendiskusikan masalah ini dalam forum tak resmi.

Karena penasaran, akhirnya penulis dengan segala kekurangan dan ketidak ahlian dalam bidang narasi, mencoba merangkum dan mencari refrensi dari berbagai sumber untuk mengobati dahaga teman-teman tentang sholat Lailatul Qadar.

Dalam kitab Khazinatul Asror, karya Syekh Muhammad Haqi an-Nazili, halaman 38, disebutkan tentang kaifiyah (tata cara) shalat Lailatul Qadar dengan menyebut ada hadist riwayat Ibn Abbas yang berbunyi:

عن ابن عباس عن النبي عليه الصلاة والسلام. انه قال: من صلى في ليلة القدر ركعتين، يقرا في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة والاخلاص سبع مرات فاذا سلم يقول استغفر الله واتوب اليه سبعين مرة فلا يقوم من مقامه حتى يغفر الله له ولابويه ويبعث الله تعالى ملاءكة الى الجنان يغرسون له الاشجار ويبنون القصور ويجرون الانهار ولا يخرج من الدنيا حتي يرى ذلك كله.

Dari Nabi Muhammad ﷺ, bahwasannya beliau bersabda :“ Barangsiapa yang menjalankan sholat pada malam Lailatul Qadr sebanyak 2 (dua) rokaat , didalam setiap rokaatnya setelah membaca Al-Fatihah (1) satu kali , kemudian membaca surat Al-Ikhlas 7 (tujuh) kali dan setelah salam membaca Astaghfirullahal azhiim wa atubu ilaih 70 (tujuh puluh) kali , maka selama dia mendirikannya Allah ﷻ akan mengampuni dirinya dan kedua orang tuanya dan Allah ﷻ akan mengutus Malaikat untuk menanam (untuknya) pepohonan di Surga, membangun gedung-gedung dan mengalirkan sungai-sungai didalamnya, dan dia ( orang yg menjalankan sholat Lailatul Qadar ) tidak akan keluar dari dunia sehingga dia pernah melihat seluruhnya. “ (HR. Ibnu Abbas ra)

Hadist tersebut juga tercantum dalam kitab Durratu an-Nashihin halaman 272. Syekh An-Nazili menyebutkan bahwa kaifiyah itu juga ada dalam kitab Ihya Ulumu ad-Diin karya Imam al-Ghazali Juz 1 halaman 204 terbitan Haramain. Syekh An-Nazili juga mengutip pendapat Imam Abul Laits bahwa paling sedikit shalat Lailatul Qadar itu dua rakaat.

Namun, dalam keterangan dalam kitab Ihya’ Ulumu ad-Diin, tidak secara eksplisit menerangkan tentang shalat secara khusus untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Kami belum menemukan status hadist tersebut. Namun sekalipun dhaif mengamalkannya boleh untuk fadhailul a’mal atau keutamaan amal.

Syaikh Ismail Haqqi bin Musthofa al-Istanbuli al-Hanafi al-Khalwati (1127هـ) menjelaskan sedikit lebih detail dalam tafsir Ruhu al-Bayannya Juz 9 halaman 483 Maktabah Syamila: Bahwa ketika telah masuk 10 hari terakhir pada bulan ramadlan nabi menguatkan balutan lukanya menghidupkan malamnya,membangunkan keluarganya, dan para ulama sholih gencar melakukan sholat pada malam 10 terakhir bulan Ramadlan dua raka’at dengan niat mendirikan malam lailatul qodr.

Menurut imam Abu Al-laits paling sedikit sholat lailatul qodar adalah 2 rakaat paling banyak 1000 rakaat dan tengah-tengahnya yaitu 100 rakaat. Setelah selesai baca al-fatihah pada tiap-tiap rakaat membaca Surat al-Qadar 1 kali dan Surat al-Ikhlas 3 kali, baik dalam rakaat pertama maupun rakaat kedua dan seterusnya. Setelah salam hendaknya membaca sholawat kepada Nabi Muhammad ﷺ lalu melanjutkaan sholatnya sesuai yang di kehendaki baik 2 rakaat, 100 rakaat, atau lebih.

Sedang tentang faidah melaksanakan sholat Lailatul Qadar ini, cukuplah apa yang telah dijelaskan Allah ﷻ tentang keutamaan sholat lailatul qodar dengan kadar derajat yang peroleh dan apa yang telah dikabarkan hadist Nabi tentang keutamaan mendirikannya.

Masih menurut Syaikh Ismail Haqqi, para ulama menjelaskan bahwa sholat sunnah (tathowwu’) boleh dilakukan secara berjama’ah tanpa ada kemakruhan asalkan sholatnya tanpa didahului adzan dan iqomat sebagaimana dalam sholat-sholat fardhu.

Pengarang kitab Syarhu an-Niqoyah, ulama lainya dan dalam kitab al-mukhit juga dijelaskan bahwa tidak dimakhruhkan berjama’ah dengan imam yang sholat sunnah mutlaq seperti sholat Lailatul Qadar, Ragho’ib, Malam Nisfu Sya’ban dan lainnya karena apapun yang dipandang oleh orang-orang mukmin baik, maka baik pula di sisi Allah ﷻ. Jangan menoleh (mengikuti) orang-orang suka mencela yang tidak punya isting (rasa batin), meraka itu ibarat kedua mata (dhohir) yang tidak bisa mengetahui lazetnya dalam bermunajat, manisnya ketaatan dan keutamaan waktu tertentu.

Sementara mayoritas ulama fiqih mengharamkan mengerjakan sholat-sholat di atas karena tergolong bid’ah qabihah sebagaimana yang sampaikan Imam Ramli, Imam Nawawi dan lainnya dalam kutubu as-Syafi’iyah. Sebagian ulama lain berpendat boleh sesuai dengan pendapat Ibnu Hajar Asqalani, Syekh Abdul Qadir dan ulama yang sependapat dengan mereka. Juga berdasarkan hikayah dari al-Kurdy tentang khilafiyah status hadis shalat Raghaib. Dengan demikian status fasid atas qaul al-Ghazali juga bisa ditinjau ulang dan menjadi khilafiyah, secara tersirat didukung pula oleh Ibnu Shalah (557-643 H).

Nama terakhir, yaitu Ibnu Shalah yang merupakan seorang muhadits kenamaan dan pengarang Muqaddimah Ibnu Shalah dan kitabnya hingga kini masih banyak dikaji, meski dalam banyak fatwanya menganggapnya sebagai bid’ah, tapi belakangan beliau memperbolehkannya. Walaupun hal ini sangat ditentang keras oleh Syekh ‘Izzzudin (pengarang Qawa’idul Ahkam) yang lantas mengarang kitab At Targhib ‘an Shalat Raghaib Al Maudu’ah.

Tidak berhenti disitu Ibnu Sahlah menanggapi dan menjawab fenomena tersebut, dengan mengarang kitab Ar-Radd ‘ala Targhib, terakhir Sang “Saingan” Syekh ‘Izzuddin juga membalasnya dengan menulis sebuah kitab berjudul Tafnid Radd. Begitulah para ulama dahulu dalam menyikapi perbedaan dengan ilmiah, bukan dengan adu jotos dan permusuhan yang merugikan kedua pihak.

Terakhir dijumpai pendapat dari sebagian ulama yang memperbolehkan dengan solusi menjalankan shalat sunah mutlak ataupun shalat sunah lainnya sebagaiman yang sebut dalam kitab Asy-Syarqawi. Juz 1 halamn 309 dan liannya.

Waalahu A’lamu

Penulis: Abdul adzim

One Reply to “Kontroversi Sholat Lailatul Qadar”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.