قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللهِ، وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ، وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الجَسَدِ.

Rasulullah ﷺ bersabda: “ Hendaklah kalian melakukan qiyamul lail (shalat malam) karena hal tersebut merupakan kebiasaan para orang shalih sebelum kalian, karena qiyamul lail tersebut sebagai bentuk pendekatan (seorang hamba) kepada Allah ﷻ, penjegah dari perbuatan dosa, pelebur kesalahan, dan sebagai penolak sakit dari jasad”. [HR. at-Tirmidzi].

Membaca fadhilah keutamaan yang besar dari qiyamul lail (shalat malam), betapa hati tergiur segera melakukannya namun kenyataanya bangun malam—mengetuk pintu Ilahi ﷻ dan masuk dalam mihrab kesunyian berdua dengan-Nya—tentu tidak semudah mengatakan dan membanyangkan hasilnya. Sering kali segala keinginan berkelindan dalam benak untuk bertekat melaksankan amalan mulia ini tapi akhirnya kandas oleh rasa kantuk dan malas.

Al-Qathbu al-Ghaits al-Habib Abdullah al-Haddad (w. 1132 H) dalam Nashaihu ad-Diniyah mengamini hal tersebut, dawuh beliau:

“Ketahuilah! Bahwa qiyamul lail (shalat malam) adalah sesuatu yang paling berat dilakuan seseorang lebih-lebih bila dikerjakan setelah tidur. Nah, untuk bisa merasakan ringan dan semangat dalam melakukan, pertama kali seseorang harus membiasakan diri secara terus menerus, sabar menghadapi kesulitan dan berusaha bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya kemudian setelah itu akan terbuka pintu kebahagian, manisnya munajah, lazat berdua bersama Allah ﷻ. Ketika seperti itu seseorang akan merasakan ketagihan (selalu kurang) untuk melaksanakannya plus terhidar dari rasa berat dan malas. Latihan semacam ini sudah pernah dipraktikan oleh hamba-hamba Allah ﷻ yang sholeh dari zaman ke zaman sehingga ada adigium diantara mereka:

إن كان أهل الجنة في مثل ما نحن فيه بالليل إنهم لفي عيش طيب.

“Seandainya para penghuni surga melakukan seperti yang kami lakukan di waktu malam tentu mereka akan merasakan hidup yang lebih indah.”

أهل الليل في ليلهم ألذ من أهل اللهو في لهوهم

“Seorang yang ahli tidak tidur malam merasakan lezat di malam-malam mereka seperti lezatnya ahli bermain dalam memainkan permainan mereka.”

لولا قيام الليل وملاقاة الاخوان في الله ما أحببت البقاء في الدنيا.

“Seandainya bukan karena qiyamul lail (shalat malam) dan berjumpa dengan para saudara dalam mencinta Allahﷻ, tentu aku ditidak betah bertahan hidup di dunia.”

Yang lain berkata:

منذ أربعين سنة ما غمني شئ إلا طلوع الفجر.

Sejak 40 tahun kami tidak pernah menutupi sesuatu (memejamkan mata) kecuali setelah terbitnya fajar.

Waallahu A’lamu

Penulis: Abdul Adzim

Referensi:

📘al-Allamah al-Habib Abdullah al-Haddad| Nashaihu ad-Diniyah wa al-Washaya al-
Imaniyah| Daru al-Kutub al-Ilmiyah hal 68

📘Al-Allamah Abi Bakr Utsman bin Muhammad ad-Dimyathiy| I’anah al-Thalibin ‘ala Halli al-Fadz Fath al-Mu’in| Darul al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 454

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.