Asscholmedia.net – Suatu hari aku berjalan-jalan di negeri Yaman, lalu di tepian jalan aku bertemu seorang pemuda yang memakai anting di kedua telinganya. Setiap anting dihiasi batu permata yang berkilau terang hingga menerangi wajahnya. Aku lihat dia sedang munajat pada Allah ﷻ dengan melantunan sebuah bait puisi yang sempat aku hafal:

مليكٌ في السماء بِهِ افتخاري … عزيزُ القَدْرِ ليس به خفاء

Sebab Raja yang bersemayam di langit aku berbangga diri // Yang Maha Agung kuasa-Nya, tiada suatu yang samar bagi-Nya

Kemudian aku mendekatinya dan mengucapkan salam.

“Aku tidak akan membalas salammu sebelum aku melaksanakan apa yang menjadi hak kewajibanku padamu”. Ujar pemuda itu.

Aku bertanya “Apa hak kewajibanmu?”

“Aku adalah pemuda pengikut madzhab Nabi Ibrahim as—tidak akan makan dan tidak akan hidup setiap hari tanpa berjalan bermil-mil mencari tamu untuk diajak makan bersama”. Jawab pemuda itu.

Ia menjakku untuk makan bersamanya. Aku pun mengiyakan ajakannya lalu aku berjalan dengannya hingga mendekati sebuah tenda perkemahan.

Sesampai didekat tenda, ia berteriyak memanggil saudara perempuanya. Lalu keluarlah seorang gadis berkata: “Iya”

“Bergegas dan sambutlah tamu kita ini”. Ucap pemuda itu pada saudara perempuannya.

Lalu gadis itu berkata “Bersabarlah dulu! Hingga aku bersyukur pada Allah ﷻ yang menjadikan sebab ke datangan tamu ini”

Lantas gadis itu mendirikan sholat dua rakaat sebagai rasa syukur pada Allah ﷻ.

Sementara si pemuda mengajakku masuk ke dalam tendanya dan mempersilahkan aku duduk. Lalu pemuda itu mengambil pisau untuk menyembelih kambing betina miliknya.

*****

Tatkala saudara perempuan dari pemuda itu keluar dan duduk di bawah tenda bersama kami, aku curi-curi pandang melihatnya. Ternyata ia seorang gadis yang sangat cantik jelita hingga akhirnya ia sadar bahwa aku memperhatikannya dan berkata: “Berhentilah memandangku! Apakah kau tidak tahu bawah memandang perempuan yang bukan mahramnya ada zinanya kedua mata? sebagaimana yang kami kutip dari sabda pemilik tanah Yatsrib, Rasulullah ﷺ. Aku tidak ada maksud menyalahkanmu, tujuanku hanya mengingatkan etikamu agar tidak pernah mengulang lagi perbuatanmu ini”.

Pada saat malam tiba, saat aku dan pemuda itu bergadang di luar tenda. Aku mendengar alunan bacaan al-Qur’an yang fasih nan merdu sepanjang malam dari dalam tenda yang membuatku penasaran dan tidak bisa nyenyak tidur.

Lalu pada pagi harinya aku bertanya pada si pemuda: “Siapa pemilik suara yang tadi malam melantun Ayat-ayat al-Qur’an dengan indahnya?”

“Dia saudara perempuanku yang selalu menghidupkan sepenuh malam hingga subuh dengan membaca al-Qur’an”. Jawab pemuda itu.

Aku berkata pada pemuda itu: “Wahai Pemuda! Sesungguhnya kau lebih berhak melalukan ini ketimbang saudara perempuanmu”.

Kemudian pemuda itu tersenyum dan berkata: “Astaga! Apakah kau tidak tahu bahwa hal itu tergantung pertolongan Allah ﷻ dan tidaknya”.

Penulis: Abdul Adzim

Referensi:

📖 Al-Imam al-Hafidz Abi Hatim Muhammad ibnu Habban al-Bistiy| Raudhatu al-‘Uqala wa Nuzhati al-Fudhala| Daru al-Kutub al-Ilmiyah hal 259-260

• Cerita dikisah oleh Muhammad bin Mundzir, Ali bin al-Hasan al-Falistiniy, Abu Bakar as-Sinniy, Muhammad bin Sulaiman al-Qarsyiy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.