Asscholmedia.net – Sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam pasca Ramadhan dan lebaran Idul Fitri, menyambungnya dengan ibadah puasa 6 hari di bulan Syawwal. Hal itu berdasarkan hadist Nabi ﷺ dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun”. [Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasaa-i dan Ibnu Majah].

Lalu bagaimanakah hukum puasa 6 hari di bulan Syawawal? Benarkah puasa ini sunnah? Berikut penuturan para ulama mengenai puasa ini:

Muhyiddin al-Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarhu al-Muhaddab mengatakan:

قال أصحابنا: يستحب صوم ستة أيام من شوال ; لهذا الحديث قالوا : ويستحب أن يصومها متتابعة في أول شوال فإن فرقها أو أخرها عن شوال جاز . وكان فاعلا لأصل هذه السنة ; لعموم الحديث وإطلاقه.

“Para ulama pengikut kalangan Syafi’i, Imam Ahmad dan Imam Daud adz-Dzahiri mengatakan: Bahwah puasa 6 hari dari bulan Syawwal disunnahkan dan yang lebih utama dalam menjalaninya secara berurutan dan terus-menerus (mulai hari kedua syawwal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau dilakukan diakhir bulan syawwal juga masih mendapatkan keutamaan berdasarkan keumuman dan kemutlakan hadits di atas. [Majmu’ Syarhu al-Muhaddab, Maktabah al-Irsayd 6/427].

Dalam kitab Syarhu Muslim li an-Nawawi menambahkan: Ulama berkata:

لأنه يصدق أنه أتبعه ستا من شوال قال العلماء وانما كان ذلك كصيام الدهر لان الحسنة بعشر امثالها فرمضان بعشرة أشهر والستة بشهرين.

“Alasan puasa 6 hari dari bulan Syawwal menyamai puasa setahun penuh berdasarkan bahwa satu kebaikan menyamai sepuluh kebaikan, dengan demikian bulan ramadhan menyamai sepuluh bulan lain (1 bulan x 10 = 10 bulan) dan 6 hari di bulan syawwal menyamai dua bulan lainnya (6 x 10 = 60 = 2 bulan). Syarhu Muslim li an-Nawawi [web islam.net 8/238].

Sementara Imam Malik dan Imam Hanafi memakruhkan puasa ini. Imam Malik dalam kitab Muwathtah’nya mengatakan:

وصوم ستة أيام من شوال لم أر أحدا من أهل العلم والفقه يصومها ، ولم يبلغه ذلك عن أحد من السلف وأن أهل العلم كانوا يكرهون ذلك ويخافون بدعته ، وأن يلحق برمضان أهل الجفاء والجهالة ما ليس منه لو رأوا في ذلك رخصة عند أهل العلم ، ورأوهم يعملون ذلك.

Dalam persoalan puasa 6 hari dari bulan Syawwal, saya belum pernah melihat seorangpun dari ulama salaf yang berpuasa, dan tidak juga ulama (ahli ilmu dan fiqh) melakukannya. Para ulama memakruhkannya dan khawatir ini menjadi bid’ah dimana orang awam dan bodoh akan menyambungkan puasa 6 hari di bulan Syawwal itu dengan bilangan Ramadhan karena mereka berpikir bahwa para ulama sudah memberi keringanan melakukannya atau mereka melihat para ulama mengerjakannya.” [Lihat kitab al-Majmu’ Syarhu al-Muhaddab Maktabah al-Irsayd 6/427].

Oleh: Ust. Abdul Adzim (Pengajar di PP. Syaichona Moh. Cholil Bangkalan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.