Asscholmedia.net – Pada awal tahun 2002, setelah lengser dari tahta kepresidenan, Gus Dur pergi ke Bangkalan untuk sowan kepada Ra Lilur. Uniknya ketika duduk bersama, keduanya memakai bahasa daerahnya masing-masing. Ra Lilur memakai bahasa Madura sedangkan Gus Dur memakai bahasa Jawa. Meski begitu beliau berdua terlihat saling memahami dan “nyambung” satu sama lain. Kala itu Gus Dur curhat pada Ra Lilur bahwa ia baru saja dikhianati oleh kawan politiknya. Ra Lilur menjawab :

“Iyeh be’eng jiyah lok engak dek Mbah Kholil, Lo’ toman nyelase dek Mbah Kholil”

(Iya.. Itu karena kamu lupa ke Mbah Kholil, tidak pernah berziarah ke Mbah Kholil)

Di akhir pertemuan, Ra Lilur memberi uang, minyak tawon dan sebuah wiridan untuk Gus Dur.

Sekitar tahun 2008, Gus Dur sowan lagi kepada Ra Lilur, kala itu beliau ditemani pak Ahmadi -cagub Jatim waktu itu-. Pada pertemuan itu Ra Lilur malah berdoa dengan bahasa yang tidak bisa dipahami oleh tamu-tamunya. Ketika ditanyakan kepada Yenny Wahid, mbak Yenny menjawab: “kata bapak itu adalah bahasa Ibrani”.

Karomah dan Keajaiban Ra Lilur

Ini mungkin adalah sisi yang paling menonjol dari Ra Lilur. Beliau adalah sosok yang unik, misterius dan sulit ditebak. Banyak keajaiban yang pernah diriwayatkan tentang beliau, mulai dari Mobil yang beliau tumpangi bisa berjalan hanya dengan diisi dua botol sprite, kebiasaan beliau tidur dan bertapa di tengah lautan, kefasihan beliau dalam berbahasa Mandarin, hingga kemampuan beliau memberi suatu isyarat tentang apa yang akan terjadi di masa depan.

Pada tahun 1995, menjelang kelahiran Muhammad Ismail Al-Ascholy (Mas En). Ra Lilur tiba-tiba saja mengirim surat berbahasa arab kepada abah Mas En yaitu KH. Mas Ali Ridho yang intinya meminta beliau untuk menulis terjemah Alfiah. Ketika baru seperempat jalan menjalankan tugas dari Ra Lilur, Mas Ali Ridho berangkat Umroh. beliau lantas menanyakan kepada seorang ulama di Mekkah tentang “arti” perintah Ra Lilur itu. Ulama itu menjawab bahwa itu adalah pertanda bahwa Mas Ali Ridho akan mempunyai putra setelah 8 tahun tidak mempunyai keturunan. Benar saja, tak lama setelah itu Ny. Hj Muthmainnah Aschal hamil, akan tetapi berita gembira ini disimpan rapat-rapat oleh keluarga. Waktu itu Hanya KH. Abdullah Schal, Ny. Hj Sumtin dan ummi Mas Ali Ridho yang tahu. Meski begitu, pada bulan ke 4 kehamilan Nyai Mut, Ra Lilur tiba-tiba mengirim air kemasan ke Demangan melalui H. Husni dengan pesan:

“Berikan air ini ke kak La (Panggilan KH. Abdullah Schal). Minumkanlah kepada putrinya yang hamil itu, minumkan juga pada si bayi jika ia sudah lahir”.

Tentunya KH. Mas Ali Ridho kaget dan bertanya-tanya bagaimana bisa Ra Lilur tahu berita yang sangat dirahasiakan itu.

Kepergian Sang Waliyyullah

“Sebelum beliau wafat, apakah beliau pernah mengeluh sakit? ” tanya saya kepada Hj. Mus, khodim yang menyaksikan detik-detik meninggalnya Ra Lilur.

“Tidak. Pada malam itu bahkan beliau masih sempat bercanda bersama kami. Beliau meminta kami untuk membaca sholawat. Minimal 100 x”

Di malam itu Ra Lilur memang tiba-tiba berkata kepada Hj. Mus dan keluarganya yang ada di Musholla:

“Ayo turun semua, sekarang malam terakhir. Sebagai manusia perbanyaklah membaca sholawat”

Beliau lalu tidur-tiduran disamping musholla sambil memandang khodimnya dengan senyuman yang begitu indah. Sang khodim tentu heran melihat “gelagat” aneh Ra Lilur itu.

Beliau lalu mengganti pakaiannya, padahal beliau sangat jarang mengganti pakaian di malam hari. Beliau kemudian berkata kepada sang khodim:

“Saya mau tidur ya. Saya jangan ditinggal. Jangan kemana-mana”

“Tumben panjenengan minta saya untuk tetap disini yai? Biasanya njenengan kan meminta saya untuk keluar ketika mau tidur? ” jawab khodimnya.

Ra Lilur diam tak menjawab. Beliau lalu rebahan, menselonjorkan kedua kakinya, bersedekap, menarik nafas dua kali lalu menghembuskannya. Hembusan nafas yang ternyata adalah yang terakhir dari Sang Waliyyullah.

Malam itu, sekitar pukul 22:00, Selasa 24 Rajab 1439 H. tidak ada yang menyangka bahwa Ra Lilur wafat. Beliau akhirnya benar-benar “tidur” dan meninggalkan dunia untuk selama-selamanya. Setelah sepanjang hidupnya beliau telah berjuang untuk menjauhi dan meninggalkan gemerlap dunia dengan hati, prilaku dan pikirannya.

Sebuah akhir yang tidak “mengejutkan” untuk sosok seperti beliau. Akhir yang Begitu indah tanpa rasa sakit seakan beliau memang benar-benar berpamitan untuk tidur dan beristirahat sejenak.

Setahun setelah kepergianmu, mudah-mudahan kami masih bisa meniti jejak-jejak luhur yang kau tinggalkan untuk kami disini. Kami Hanya berharap dengan cinta yang setetes ini, pendosa seperti kami kelak masih bisa dipertemukan dan dikumpulkan bersama golongan-mu para kekasih Allah di sana.

Wallahu A’lam (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.