Asscholmedia.net – Orang yang mempunyai ilmu dan mengamalkan ilmunya (Ulama) adalah orang-orang yang memiliki ilmu agama yang tinggi dan mengamalkan ilmunya di kehidupan sehari-hari baik itu berupa pekerjaan ubudiyah ataupun muammalah, Dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ulama adalah penerus perjuangan para nabi. Oleh karena itu selain mengamalkan ilmunya ulama juga selalu menjadi solusi rujukan bagi masyarakat awam untuk menyelesaikan permasalahan Agama, kemasyarakatan bahkan kenegaraan.

Di daerah Madura banyak dan mashur ulama-ulamanya, apalagi bila kita menyebut nama Syaichona Moh. Cholil bin Abdul Latif Bangkalan atau yang lebih terkenal di Jawa dengan panggilan Mbah Kholil, tentunya telinga kita tidak akan asing mendengar nama beliau yang terkenal sebagai ulama yang mashur dengan ke karomahannya dan ke waliannya.

Dalam manaqib kecil ini mengupas seluruh sejarah beliau mulai dari masa kecilnya (Hal 8) ketika menimaba ilmu di Bangkalan hingga perjuangan beliau mencari ilmu ke Mekkatul Mukarromah (Hal 17-19) dan sampai kembali lagi ke Bangkalan untuk menyebarkan ilmu yang telah dipelajarinya, mendirikan Pesantren dan menjadi Ulama besar.
Tentunya hal tersebut tidak didapatkan Syaichona Moh. Cholil dengan cara yang instan, tetapi penuh perjuangan dan pengorbanan jiwa dan raga, harta dan benda, hingga beliau mencapai maqom yang tinggi di sisi Allah SWT.

Baca juga:

Perjuangan tersebut juga tidak sebentar karena beliau menimba ilmu bukan hanya di Indonesia saja tetapi sampai ke Negara Arab yaitu kota Mekkah untuk mendapatkan ilmu yang benar-benar bersumber dari Nabi Muhammad SAW.
Salah satu perjuangan beliau adalah ketika menuntut ilmu di Pondok pesantren Darus Salam Kebon Candi Pasuruan asuhan Syaikh Wari (Hal 14) pada saat itu beliau juga mondok di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan asuhan KH. Noer Hasan, ketika itu beliau harus bolak-balik Kebon Candi-Sidogiri untuk bisa mengaji ke KH. Noer Hasan, sedangkan jarak antara kedua Pesantren itu sekitar 15 kilometer, beliau tempuh jarak sejauh itu dengan berjalan kaki tanpa rasa lelah, tujuannya tidak lain untuk mendapatkan ilmu, karena ilmu yang takkan didapatkan tanpa perjuangan dan pengorbanan yang kuat. Tidak hanya itu dalam perjalan dari Kebon Candi-Sidogiri beliau bisa menghatamkan Surat Yasin sampai 41 kali demi mengisi waktu saat di perjalanan. Ketika sampai ke Sidogiri beliau istiqomah selalu melepas alas kakinya karena ketakdziman beliau ke maqbaroh para masyaih Sidogiri yang berada di belakang masjid Sidogiri.

Tidak hanya berhenti di tanah Jawa perjuangan beliau saat menuntut ilmu di Mekkah pun tidak kalah beratnya, saat di Mekkah (hal 17) hidup Syaichona Cholil serba kekurangan, bahkan untuk menulis pelajaranpun beliau tidak punya buku dan alat tulis. Tapi semua itu tidak mengalahkan Himmah (cita-cita) beliau untuk mendapatkan ilmu, meskipun tidak memiliki alat tulis untuk mencatat keterangan yang didengar dari gurunya, beliau menggunakan Jubah putihnya untuk ditulisi keterangan yang di dapatkan dari gurunya pada hari itu, dan esok harinya beliau cuci dan begitu setiap harinya.

Selain usaha, ketakdziman kepada guru juga menjadi kunci mendapatkan ilmu manfaat dan barokah. Syaichona Cholil setelah di perintahkan gurunya untuk pulang ke Indonesia beliau langsung tadim dan pulang, meskipun beliau punya keinginan untuk melanjutkan menuntut ilmu ke Mesir, tetapi karena ketadziman beliau kepeda gurunya beliau langsung pulang dan membangun Pesantren di Bangkalan. Salah satu Pesantren yang beliau bangun adalah Pondok Pesantren Jengkebuan dan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Demangan bangkalan. (Hal 19-23).

Baca Juga:

Setelah pulang ke Bangkalan beliau menjadi ulama yang mashur dan memiliki banyak santri, dari sekian banyak santri beliau adalah KH. Hasyim Asary (pendiri Nahdhatul Ulama), KH. Wahhab Chasbullah dan KH. Asad Syamsul Arifin. Beliau juga menjadi ulama yang terkenal kekaromahannya. Salah satu kekaromahan Syaichona Moh. Cholil diceritakan dalam buku ini (Hal 34) ketika di Bangkalan banyak kasus hasil tani banyak yang dicuri orang, sehinnga para petani sepakat untuk sowan ke Syaichona Cholil.

Setelah sampai kerumah beliau para petani menceritakan apa maksud kedatangan mereka, pada kesempatan itu Syaichona Cholil sedang mengajar santri dan sampai pada bab “جاء زيذ” (zaid telah berdiri). Maka dari itu Syaichona Cholil memerintah para petani untuk memperbanyak membaca “جاء زيذ” agar para pencurinya cepat ditemukan.

Pada esok harinya para petani menemukan pencuri-pencuri itu terus berdiri dan tidak bisa duduk di lading-ladang mereka, sampai-sampai para petani kerepotan untuk membuat mereka duduk, akhirnya mereka sowan lagi ke Syaichona Cholil, dan akhirnya Syaichona Cholil memberikan mereka air untuk di siramkan kepada parra pencuri yang tidak bisa duduk itu, ajaibnya setelah disiram air itu para pencuri itu langsung duduk bersila setelah semalaman berdiri diladang itu dan tidak bisa duduk.

Pasca kejadian itu semakin banyak yang sowan ke rumah Syaichona Moh. Cholil dan banyak dari mereka merasakan keajaiban-keajaiban dan barokah-barokah beliau, dan nama Syaichona Moh. Cholil semakin mashur sampai keseluruh pelosok Jawa-Madura.

Masih banyak lagi kekaromahan-kekaromahan dan perjuangan-perjuangan Syaichona Moh Cholil yang ditulis dalam buku ini dan dapat kita ambil hikmahnya. Kesimpulan dari semua itu untuk menjadi ulama besar dan mashur serta mendapatkan keistimewaan-keistimewaan dari Allah SWT, jalan yang di tempuh tidak mudah banyak halangan dan rintangan yang harus dilewati, seperti itulah yang di alami oleh Syaichona Moh. Cholil mulai dari awal menimba ilmu sampai beliau mendapatkan derajat yang tinggi disisi Allah SWT dan namanya terus mashur sampai sekarang, semoga kita semua diakui menjadi santrinya dan mendapatkan aliran barokah dari beliau. Amin.

  • Judul: Risalatul Lathoif fi Manaqibi Syaikhul Masyayikh Syaichina Muhammad Cholil bin Abdil Latif al Bangkalani
  • Konseptor: RKH. Fakhrillah Aschal
  • Editor: KH. Mauridi
  • Tata Letak: Ahrori Dhofir
  • Desain Sampul: Zainal Arifin
  • Cetakan: 2012
  • Penerbit: Kantor Pusat PP. Syaichona Moh. Cholil
  • Tebal: 80 Halaman
  • Ukuran: 13X17 cm

One Reply to “Manaqib Syaichona Cholil Bangkalan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.