Kalian tau Pondok Pesantren Al-Ihsan Jranguan? Dari lingkungan pesantren ini lahir banyak sekali tokoh² pembimbing masyarakat dimana-mana. Da’i kondang seperti KH. Abdurahman Navis, KH. Cholil Navis, dan banyak kiai lainnya juga pernah nyantri di pesantren ini.

Pondok Pesantren Al-Ihsan Jrenguan menimbun mutiara sejarah yang istimewa. Dibalik hiruk-pikuk kegiatan santri di sana, alumni yang berkiprah di mana-mana, ketokohan dzurriyat yang disegani dan tegaknya pondok pesantren yang menjadi sumber mata air pengetahuan agama, ternyata konon, cikal bakal berdirinya pesantren Al-Ihsan yang terletak di Desa Jranguan Kecamatan Omben Kabupaten Sampang ini berawal dari rangkaian historis yang menakjubkan.

Berawal dari seorang panembahan Bangkalan -adalah gelar yang levelnya berada di bawah Sultan atau Raja Agung- menyaksikan sebuah sinar menembus langit memancar terang di bumi bagian utara Sampang. Melihat hal aneh itu, Sang Panembahan meminta seorang Ulama asal Sampang bernama Syaikh Qobul (Bhuju’ Ajigunung) untuk mengecek lokasi yang dimaksud. Syaikh Qobul lalu menyuruh santrinya bernama Abdul Jabbar untuk melihat daerah yang dikabarkan oleh Sang Panembahan.

Setibanya di kawasan yang kelak bernama desa “Jrenguan” ini, Abdul Jabbar menemukan sebuah makam tua dan sumber mata air jernih. Belakangan lalu kuburan tua itu masyhur dengan sebutan makam Bhuju’ Syaikh. Abdul Jabbarpun membersihkan makam tersebut lalu kembali ke Syaikh Qobul.

Usai Abdul Jabbar melaporkan temuannya kepada Syaikh Qobul yang kemudian laporan itu disampaikan Syaikh Qobul kepada Panembahan Bangkalan, Sang Panembahan kemudian kembali meminta Syaikh Qobul untuk mencarikan juru kunci untuk mengurus makam temuan itu. Sang Panembahan juga berjanji kepada Syaikh Qobul untuk membebaskan dan mewakafkan semua tanah yang ada di sekitar makam kepada juru kunci yang akan dipilih. Maka, Syaikh Qobul selaku orang kepercayaan Panembahan Bangkalan memandatkan amanat sebagai juru kunci itu kepada anaknya sendiri bernama (Raden) Ahmad.

 

Mandat dipenuhi dan janji ditepati; tanah² dibebaskan dan diwakafkan. Bahkan, dibebaskan dari beban pajak pemerintah. Makanya di kalangan masyarakat sekitar Jrenguan menyebut daerah itu sebagai kawasan tanah ‘mardikah’ lantaran tidak dikenakan wajib pajak hingga era kemerdekaan.

Raden Ahmad dianggap sebagai tokoh pertama yang mengenalkan di Islam di kawasan Jerenguan dan sekitarnya. Mula² Raden Ahmad mengenalkan dakwah Islamiyyah kepada masyarakat sekitar dengan memberikan bimbingan mengaji kepada anak² gembala (pengembala) di kawasan tersebut. Itulah yang menjadi cikal-bakal nama ‘Jerenguan’; terdiri dari dua suku kata yaitu “Jere” dan “Nguan”. Jere berasal dari ‘Ajherreh’ yang artinya “belajarnya”, sedangkan ‘Nguan’ artinya “gembala”. Kalau diterjemah lengkap, Jerenguan artinya “belajarnya pengembala”. Belakangan, bermula dari para pengembala, Jerenguan di bawah asuhan Raden Ahmad tumbuh menjadi pusat pendidikan masyarakat yang kini dikenal dengan pesantren Al-Ihsan, berdiri tegak di titik yang tempo dulu ditemukan sebuah sinar menembus langit.

RELASI JRENGUAN – DEMANGAN

Lalu apa kaitannya Jrenguan dengan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Demangan Barat Bangkalan?

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan generasi ke 5 bernama Syaikh Bahrullah (bin Syafi’i⁴ bin Yasin³ bin Muhammad² bin Raden Ahmad¹) selain memiliki putra bernama KH. Baidhowi yang menjadi pengasuh ke 6 Al-Ihsan, juga memiliki putra bernama KH. Zahrawi. KH. Zahrawi inilah yang kemudian menikah dengan Generasi ke 3 Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan yaitu Nyai Romlah binti Imron bin Syaikhona Muhammad Kholil.

Dari pasangan KH. Zahrawi dan Nyai Romlah inilah lahir figur² istimewa yaitu KH. Fathurrozi, KH. Kholil AG, KHS. Abdullah Schal, dan KH. Kholilurrahman (Ra Lilur). dan semua putra Nyai Romlah yang disebut diatas lahir di Tanah Mardikah Jrenguan. Hal itu juga disampaikan KH. Mahrus Malik, Pengasuh Al-Ihsan ke 8 (sekarang).

Menurut penuturan KH. Mahrus Malik, kediaman keluarga KH. Zahrawi beserta Nyai Romlah dulunya tepat berada di lokasi yang sekarang menjadi gedung Aula Pondok Al-Ihsan, pas di depan masjid Pondok.

Sedangkan makam KH. Zahrawi berada kawasan pemakaman masyayikh Pondok Pesantren Al-Ihsan Jerenguan, berpagar besi, tepat di sebelah selatan komplek pemakaman Raden Ahmad, sang leluhur Masyayikh Jerenguan.

Oleh: Mufti Shohib – 13 Ramadhan 1440 H.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.