Asscholmedia.net – Di kalangan santri tentu maklum bahwa hukum mengkonsumsi katak itu diharamkan. Kriterianya simple; hidup di dua alam. Juga ada hadits Rasulullah yang melarang membunuh katak. Menurut ulama, kalau katak itu halal tentu tidak dilarang untuk dibunuh. Atas dasar ini, mayoritas ulama menegaskan keharaman katak kecuali madzhab malikiyah. Konsekuensi lain dari keharaman di atas, hewan ini tidak memenuhi syarat untuk diperjualbelikan dengan alasan kemanfaatannya yang ilegal serta dikategorikan sebagai hewan yang melata nan menjijikkan menurut fiqih. Refrensinya bisa dibaca di kitab-kitab fiqih yang familiar seperti Fathul qarib dll.

Nah, dulu di sebagian kalangan masyarakat pernah viral tentang katak yang dijadikan komoditas jual beli. Suatu ketika, ada pertanyaan ditujukan kepada KHS. Abdullah Schal mengenai hukum jual beli katak. Kala itu KHS. Abdullah Schal _Allahu yarham_ menjawab begini:

“Sampean ghellem nak potonah e olok anak’en tokang katak (sampean sudi anak-anak sampean dipanggil sebagai anak tukang katak?)”

Si penanya menjawab, “tidak, Kiai”

Kiai Abdullah lalu dawuh sederhana,

“Mun sapanikah, ampon jhek kalakoh. Niser anak’en (kalau begitu, ya sudah jangan dikerjakan. Kasihan anaknya)”

Baca juga:

Keutamaan Syi’ir Ya Hayyu Ya Qayyum dari KHS. Abdullah Schal

Doa Jodoh dari Alm. KHS. Abdullah Schal

Se sederhana itu Kiai menjawab. Tentu kebanyakan orang sah memprediksi bahwa jawaban Kiai adalah tentang madzhab jumhur yang mengharamkan serta kontra Malikiyah yang melegalkan dilengkapi dengan uraian halal haram seputar permasalahan yang diajukan. Tapi ternyata jawaban Kiai tidak demikian.

Jawaban Kiai yang tidak langsung berupa justifikasi halal-haram melainkan atas pertimbangan negatif secara sosiologis-psikologis sekaligus justru lebih mengena di hati masyarakat. Target utama dakwah untuk mengajak masyarakat pada kebaikan pun lebih memikat dan mengikat hati sasaran dakwah.

Dakwah Kiai Abdullah Schal dalam ber amar makruf nahi munkar yang mendahulukan metode hikmah -sebagaimana merupakan pedoman dakwah dalam al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125; hikmah, mau’idhah Hasanah, dan dialog argumentatif- dalam kisah di atas adalah potret dakwah Rasulullah SAW.

Syaikh Safwak Abdullah Mukhtar dalam kitab Aniisul Mukminin meriwayatkan hadits yang juga terkodifikasi dalam al-Musnadnya Imam Ahmad bin Hanbal tentang salah satu dakwah Rasulullah, yaitu:

konon ada pemuda menghampiri Rasulullah SAW dalam keadaan nafsunya memuncak sedang Rasulullah kala itu duduk bersama para sahabat. Pemuda itu lalu berucap dengan cukup lantang,

“Izinkan saya berzina, wahai Rasul” demikian dia memulai statement. Sontak semua sahabat di sekitar Nabi geram dengan kelancangan Si Pemuda itu.

Lantas Rasulullah duduk dengan penuh ketenangan memancarkan hikmah layaknya rembulan memancarkan terangnya. Rasulullah pun meminta para Sahabat untuk tenang dan memanggil si Pemuda. Lalu duduklah ia persis di hadapan Rasulullah SAW, dengan penuh ketelatenan ibarat guru ke murid dan seorang dokter ke pasien. Rasulullah memulai dialog,

“Anak muda, sampean mau apa?”

“Izinkan saya berzina, wahai Rasulullah” demikian ia menjawab.

Rasulullah menimpali,

“Hai anak muda, apa sampean sudi ibumu di zina?”

Si pemuda langsung menjawab,

“Tidak, wahai Rasulullah. Semoga saya menjadi jaminannya.”

Rasulullah memberikan pertanyaan lain,

“Apa sampean sudi saudarimu dizina?,” lalu disusul dengan pertanyaan serupa, “Apa sampean sudi bibimu dizina?”

Baca juga:

Setelah ditanya demikian oleh Rasulullah, Si pemuda itu berdiri dan berkata,

“Wahai Rasulullah, Mohon doakan saya kepada Allah,”

Rasulullah lalu memohon kepada Allah dengan tiga doa untuk si pemuda;  pertama, Ya Allah, jagalah kemaluannya. Kedua, Ya Allah, sucikanlah hatinya. Ketiga, Ya Allah, ampunilah dosanya.

Setelah itu Si pemuda bergegas pergi. Dia berkata (memberi kesaksian),

“Saya baru saja mendatangi Rasulullah, dan bagiku tak satupun di muka bumi ini yang lebih saya cintai daripada Rasulullah’’

Begitulah dakwah yang dicontohkan oleh KHS. Abdullah Schal. Melalui metode yang demikianlah, tidak sedikit pelaku kemunkaran, hatinya luluh menapaki jalan hidayah, dinasehati dengan bahasa lokal tanpa timbul ketersinggungan. Allahumma la tahrimna ajrahu. Amin.

One Reply to “Nahi Munkar ala KHS. Abdullah Schal”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.