Asscholmedia.net – Kiai budayawan kondang, Emha Ainun Najib yang akrab disapa – Cak Nun – memiliki pandangan sendiri soal pemimpin. Khususnya pemimpin di Negara demokrasi, seperti di Indonesia ini. Menurut Cak Nun, sekurang-kurangnya pemimpin harus memiliki tiga kriteria kepemimpinan. Yaitu kebersihan hati, kecerdasan pikiran, serta keberanian mental. Jika pemimpin hanya memiliki kebersihan hati saja misalnya, tanpa didukung kecerdasan intelektual dan keberanian mental, maka kepemimpinannya bisa gampang stagnan.

Pandangan Cak Nun tentang konsep pemimpin dan kepemimpinan yang cocok untuk bangsa ini, sebenarnya kerap disampaikannya dalam berbagai kesempatan. Menurut Cak Nun pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu manunggal kawula gusti. Kawula adalah rakyat dan gusti adalah Tuhan.

Maksud dari konsep tersebut, menurut Cak Nun artinya dalam dada, hati dan pikiran seorang pemimpin hanyalah ada rakyatnya dan Tuhannya. Selain itu, seorang pemimpin juga mesti punya rasa legowo, mau bersatu dan bekerja sama dalam membangun bangsa.

Cak Nun juga mengutip perkataan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang pembahasan ukhuwah. Ukhuwah dibagi menjadi tiga macam, yakni ukhuwah basyariyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah islamiyah. Menurutnya kalau dikaji dengan ilmu nahwu sharaf, islamiyah merupakan kata sifat dari ukhuwah. Kalau hanya diartikan sebagai hubungan antar sesame muslim saja maka kalimatnya ukhuwatul islamiyah, harus pake ‘al’. Jadi sejatinya ukhuwah Islamiyah adalah kekuatan watak Islam, saling mengasihi tanpa memandang agamanya apa, golongan Islam yang mana, intinya tak pandang bulu dalam berbagi kemanfaatan.

Selanjutnya ada empat skala ruang pemimpin yang dijabarkan oleh Cak Nun. Pertama, alam pemikiran modern di mana seorang Pemimpin ditentukan atas dasar hal-hal yang sebenarnya masih bersifat abstrak: profesional, loyalitas, integritas, ekspertasi, kemampuan dan lain sebagainya.

Kedua, konsep Pemimpin menurut Rasulullah SAW: Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah. Ketiga, mengambil dari tadabbur Al-Hasyr 23-24, bahwa seorang Pemimpin adalah ia yang memiliki sifat ‘Alimul ghoibi wa syahadah, rohman dan rohim. Baru setelah itu ia layak dipilih menjadi seorang Pemimpin, yang kemudian akan memiliki sifat-sifat yang disebutkan selanjutnya; Al-Malik, Al-Quddus, As-Salam, Al-Mu`min, Al-Muhaimin, Al-‘Aziz, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir. Tentu saja bukan seperti sifat Allah, melainkan ia mampu mengejawantahkan sifat-sifat Allah tersebut dalam dirinya.

Keempat, dari khazanah Ronggowarsito kita mengenal Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu. Kata Satria sendiri sudah mencakup seluruh sifat-sifat Pemimpin. Seorang Satria adalah ia sudah pasti memiliki sifat-sifat dan nilai-nilai luhur kepemimpinan yang sejati. Seorang satria sudah pasti jujur, sudah pasti kompeten, sudah pasti cerdas, sudah pasti kuat, sudah pasti tangguh. Ia adalah Pinandhita yang juga Sinisihan Wahyu. Ia bijaksana, yang juga dibimbing oleh Tuhan dalam setiap langkah-langkahnya.

Cak Nun memberikan filosofi tersendiri bagi sosok pemimpin. Filosofi tersebut adalah bagaimana seorang pemimpin menjadi sebuah lilin yang mampu menerangi sekitar. Selain itu, adalah sosok yang benar-benar telah dilantik oleh Allah dan dicintai masyarakat dengan segala kelebihan-kelebihannya, dan sosok pemimpin yang benar adalah pemimpin yang tidak mau jadi pemimpin.

Sumber: Disadur dari Tabloid Obor Rahmatan Lil ‘alamin yang dirangkum dari sejumlah ceramah Cak Nun.

One Reply to “Pandangan Cak Nun Tentang Kriteria Pemimpin Bangsa”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.