Asscholmedia.net – Kisah ini merupakan lanjutan dari kisahnya Syekh Sa’duddin yang diceritakan langsung oleh putraya Syekh Nuruddin bin Syekh Sa’duddin Al-Murad. Kisah sebelumnya bisa dibaca di tautan ini: SYEKH SA’DUDDIN AL-MURAD; Pecinta Ilahi Yang Rendah Hati (Bagian 1)

Maka lihatlah, ini termasuk orang yang jiwanya bersih karena mau menuntut ilmu sama temannya sendiri, maka temannya itu menjadi gurunya sedangkan Syekh Sa’duddin menjadi muridnya. Padahal mereka berdua sama-sama menuntut ilmu dan satu kelas, keduanya pun selalu berhasil dalam ujian bahkan kebanyakan yang mendapat peringkat pertama adalah Syekh Sa’duddin sementara gurunya mendapatkan peringkat kedua.

Dengan rendah diri (tawadhu’), Syekh Sa’duddin mengatakan mengapa saya peringkat pertama sedangkan guru saya peringkat kedua? Karena guru saya banyak muridnya termasuk muridnya adalah saya yang menyibukkan beliau sehingga beliau kurang muthala’ah sedangkan saya sendirian dan banyak waktu untuk membuka kitab.

Mereka berdua selalu bersama-sama, keberadaan merekapun sama-sama miskin, jika makan mereka juga selalu berdua itupun jika ada makanan, terkadang mereka berdua hanya makan dua potong jeruk yang di atasnya dikasih gula dan di makan untuk satu hari.

Dalam mengamalkan Thariqoh, Syekh Sa’duddin mengambil Thariqoh dari gurunya Syekh Abdul Qodir Isa yaitu Thariqoh Qodiriyah dan Naqsabandiyah, dan Syekh Abdul Qodir Isa mengijazahkan dua Thariqoh tersebut kepada Syekh Sa’duddin, pada saat beliau berumur 17 tahun. Syekh Sa’duddin baru memulai berdakwah dengan Thariqoh bahkan Syekh Sa’duddin mulai berceramah di mimbar-mimbar Masjid di Kota Syuriah semenjak berumur 12 tahun. Kemudian gurunya tersebut Syekh Abdul Qodir Isa pindah dari kedua thariqohnya yang telah dilakukan memilih Thariqoh Syadziliyah karena Syekh Abdul Qodir Isa tidak pernah merasakan nikmatnya membaca kitab-kitab lewat dua Thariqoh tersebut, beliau merasakan nikmat membaca kitab-kitab lewat Thariqoh Syadziliyah yang mana beliau berguru kepada Syekh Muhammad Hasyim dari Maroko. Melihat gurunya pindah Thariqoh, Syekh Sa’duddinpun mengikutinya.

Syekh Sa’duddin melakukan khalwatnya (menyendiri) di tempat yang tidak diketahui oleh orang-orang yaitu di dalam lemari (yang ukurannya agak besar), dan dalam proses khalwatnya beliau tidak makan kecuali satu buah Tin saja dalam satu hari.

Read more:

Maka sudah selayaknya, apa yang Syekh Sa’duddin lakukan menjadi panutan bagi kita semua sebagai muridnya, yang memang ingin mengambil pensucian jiwa dari guru kita. Seperti Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq yang mengambil contoh perkataan, perbuatan, tingkah laku dan sebagainya dari Nabi Muhammad SAW oleh karena itu Sayyidina Abu Bakar disebut orang yang benar-benar percaya kepada Nabi Muhammad SAW dan mendahului teman-temannya dalam kemuliaan.

Dalam hal ini, Syekh Nuruddin tidak memperpanjang kisah-kisah tentang Syekh Sa’duddin Al-Murad sebab ketika ingin menceritakan tentang beliau, tidak cukup hanya lewat satu kitab karena bila biografi beliau dipaparkan semua maka lebih luas dari banyak kitab. Akan tetapi Syekh Sa’duddin Al-Murad tidak sempat menulis (mengarang) kitab karena beliau sibuk dakwah dijalan Allah SWT. Bahkan beliau pernah berkata, “Saya tidak pernah mengarang kitab tetapi saya mengarang wali, mengarang orang-orang yang hebat dan mengarang orang-orang yang melanjutkan dakwah dijalan Allah SWT serta mensucikan jiwa mereka”.

Dengan mengharap barokah dari Syekh Sa’duddin Al-Murad, Saya (Syekh Nuruddin) diberi kemudahan menulis kitab tentang Syekh Sa’duddin Al-Murad dan kitab tersebut selesai ditulis pada saat Syekh Sa’duddin Al-Murad masih hidup (3 tahun sebelum Syekh Sa’duddin Al-Murad wafat), kitab tersebut sekitar 800 halaman dan kitab itu pula disetujui atau diridhoi oleh Syekh Sa’duddin Al-Murad. Jadi barangsiapa yang ingin lebih mengenal beliau bisa baca kitabnya. Syekh Nuruddin memberi nama kitab tersebut “Sulthonul Muhibbin wa Mursyidussalikin (Rajanya pecinta dan orang yang memberikan petunjuk kepada orang yang berjalan dijalan Allah SWT)”.

Karena sudah selayaknya murid itu mengetahui gurunya sehingga bisa mengikuti gurunya, terlebih jika seorang murid tidak nuttuti zamannya guru maka bacalah dan pelajari kitabnya. Syekh Sa’duddin Al-Murad memiliki banyak kekeramatan baik yang nampak maupun yang tidak nampak. Syekh Nuruddin tidak menceritakan kekeramatn Syekh Sa’duddin Al-Murad tapi intinya adalah barangsiapa yang istiqomah hadir dalam setiap majelis ilmu, istiqomah dalam ibadah dan sebagainya itu adalah intinya keramat.

Disampaikan oleh Syekh Nuruddin bin Syekh Saduddin dengan berbahasa Arab, diterjamah langsung oleh Habib Ubaidillah Al-Habsy Surabaya. Pada acara Haul Akbar Syekh Saduddin bin Salim Al-Murad As-Suri di Alun-alun Kota Bangkalan. 23 Maret 2019/17 Rajab 1440.

One Reply to “Syekh Sa’duddin Al-Murad; Mursyid Thariqoh Yang Rendah Hati”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.