Oleh: Zainal Arifin*

Belakangan ini publik dihebohkan dengan sosok artis Rina Nose, presenter sebuah acara di televisi yang tiba-tiba membuka hijab setelah putus dengan pasangannya, dimana sebelumnya telah direncakan keduanya akan menikah.

Dikalangan artis bongkar pasang hijab bukan hal tabu terbukti bukan hanya Rina Nose yang pernah melakukan hal itu sejumlah artis lain seperti Marshanda, Shinta Bachir, Vitalia Sesha dan sederet artis tanah air lainnya juga pernah melakukan hal yang sama dengan berbagai latar belakang yang menjadi alasan namun, kalau kita amati kebanyakan hal itu dilakukan setelah mereka putus dari pasangannya.

Bongkar pasang hijab dikalangan artis selaku publik figure tentu menimbulkan pro dan kontra  serta menimbulkan berbagai macam asumsi negatif sampai-sampai banyak selentingan yang beranggapan berhijab bagi kalangan artis bukanlah semata-mata untuk menutupi aurat tapi juga ada tujuan agar mereka lebih populer dan modis.

Asumsi di atas tentu wajar-wajar saja sebab apapun yang kita lakukan pasti akan mendapat tanggapan positif dan negatif dari orang-orang sekitar kita apalagi mereka selaku publik figure yang tidak pernah luput dari shoot kamera tentu akan lebih banyak mengundang komentar dari para fans nya.

Lalu sebenarnya bagaimana agama memandang perilaku para artis tersebut? tentunya kita harus menyikapi secara objektif, tanpa memandang latar belakang dan juga bukan karena siapa mereka, sebab islam telah mengatur pola hidup penganutnya sedemikian rupa sehingga seorang muslim mampu menjadi manusia yang sempurna.

Namun sebelum kita membahas lebih jauh perihal bongkar pasang hijab ala artis, ada baiknya kita fahami terlebih dahulu hukum hijab menurut perbandingan para ulama madzhab.

Sebelum ayat tentang hijab diturunkan Allah SWT terlebih dahulu me-warning para wanita agar jangan melestarikan kebiasaan dan budaya orang-orang jahiliyah :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ

“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33).

Disini tampak jelas bahwa wanita muslimah dilarang bersolek layaknya wanita jahiliyah yang  cendrung menampakkan aurat mereka.

Pada proses selanjutnya Allah SWT dangan tegas memerintahkan wanita muslimah untuk mengenakan kerudung sehingga aurat mereka terjaga dari pandangan yang diharamkan:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31)

Itulah dua ayat yang menjadi landasan kewajiban mengenakan hijab secara syar’i dengan tujuan yang syar’i pula, bukan tujuan yang lain apalagi sekedar ingin tampil lebih modis.

Lalu seperti apakah praktik sebenarnya dari kedua ayat tersebut bila kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari? Apakah yang dilakukan oleh mayoritas muslimah Indonesia sudah sesuai dengan perintah Allah SWT dalam ayat tersebut?

Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan sehingga hukum memakai cadar (bukan hanya hijab) adalah sunnah, namun hukum tersebut bisa berubah menjadi wajib manakala dihawatirkan akan terjadi fitnah.

Sementara madzhab Syafii sendiri yang merupakan madzhab paling banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia menyatakan bahwa aurat wanita itu terbagi tiga, (1) ketika melaksanakan shalat adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan  (2) dihadapan laki-laki lain adalah seluruh tubuh termasuk wajah dan kedua telapak tangan sehingga wanita diwajibkan memakai cadar dan ini merupakan pendapat yang kuat dikalangan madzhab Syafii (3) ketika bersama dengan mahromnya, maka auratnya sama dengan seorang laki-laki yaitu antara pusar dan lutut

Terakhir adalah madzhab Hanbali  yang berpendapat bahwa setiap bagian tubuh wanita adalah aurat  termasuk kuku dan ujung kepalanya sebagaimana telah dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’

Alhasil para imam madzhab berbeda pendapat dalam meng-implementasikan kedua ayat tersebut dalam kehidupan sehari-hari, ada yang mewajibkan menutupi seluruh tubuh termasuk muka dan telapak tangan, ada yang memperbolehkan membuka wajah dan telapak tangan namun perbedaan tersebut tidak mempengaruhi kewajiban mengenakan hijab.

Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa konsensus ulama berdsarkan firman Allah SWT di atas mewajibkan hijab bagi setiap muslimah tanpa memandang latar belakang serta status sosialnya.

Lantas bagaimana dengan fenomena bongkar pasang hijab ala artis dengan alasan berbagai persoalan yang mendera kehidupan mereka? Apakah hal itu dapat dibenarkan dari kacamata agama Mengingat peliknya persoalan yang mereka hadapi?.

Disinilah Allah SWT memerintahkan hambanya untuk selalu sabar dan tabah dalam menghadapi setiap cobaan disertai keyakinan ada hikmah indah dibalik setiap kajadian tanpa harus kembali pada jalan kemaksiatan sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imron 144:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ [آل عمران: 144]

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”

Begitulah manusia ketika menghadapi sebuah musibah seakan pedoman hidup terlupakan dibutakan oleh nafsu yang menggerogoti keimanan menghalangi cahaya ayat-ayat al-Qur’an tuk membimbing menuju keselamatan.

*Penulis adalah mahasiswa pascasarjana UINSA Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.